Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu HIV-Perilaku 2006 (STHP2006) atau IBBS (Integrated Bio Behavioral Survey) di Papua, diketahui prevalensi HIV pada penduduk Tanah Papua lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk wilayah lain di Indonesia. Survei juga menunjukkan, persebaran kasus HIV tampaknya meluas ke semua wilayah Papua. Sampai dengan 31 Maret 2007, sebagaimana dilaporkan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL), total kasus AIDS di Papua per 100.000 penduduk adalah 1.122 kasus, 227 diantaranya meninggal. Rata-rata kasus (case rate=CR) mencapai 60.93 jauh lebih tinggi dari CR Nasional (3.96). Sementara hasil estimasi populasi rawan tertular HIV di Papua mencapai 22.220. Hanya sebagian kecil dari estimasi kasus HIV ditemukan di kelompok rawan seperti pengguna napza suntik, wanita penjaja sex (WPS), pelanggan WPS, dan waria. Sementara sebagian besar (21.110) ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah bagian dari masyarakat umum.
Survei bertujuan mendapat gambaran epidemi yang terjadi, baik pada kelompok risiko rawan maupun pada masyarakat umum. Survei terpadu yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ini dirancang untuk lebih memahami prevalensi HIV serta dinamika penularan guna memerangi infeksi HIV dan AIDS di Tanah Papua. Harapannya, dalam waktu dekat Pemerintah Pusat maupun Daerah bersama-sama dengan semua sektor dapat merencanakan respons yang sesuai dengan kecenderungan penyebaran.
Demikian hasil STHP2006 yang disosialisasikan dalam acara “Diseminasi Survei Terpadu HIV dan Perilaku Tahun 2006 di Tanah Papua”, yang diadakan di Jayapura 30 – 31 Mei 2007. Survei telah dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2006, bersama-sama antara Depkes, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Komisi Penganggulangan AIDS (KPA) Papua dan Papua Barat, dengan didukung Bank Dunia serta Aksi Stop AIDS-Family Health International (ASA-FHI).
Berdasarkan sasaran survei, terpilih 10 Kabupaten/Kota dari Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat. Dari total 1.7 juta penduduk, dipilih 6.500 sampel. Usia responden dalam STHP2006 berkisar antara 15-49 tahun dengan persentase terbesar bekerja sebagai petani. Survei dilakukan menurut 3 topografi wilayah, yaitu wilayah Pesisir Mudah, Pesisir Sulit dan Pegunungan. Lebih dari 50% penduduk tinggal di Pesisir Mudah, sekitar 28% tinggal di Pegunungan, sisanya sekitar 20% tinggal di Pesisir Sulit.
Dalam pengumpulan data, responden diwawancarai secara langsung dan diambil sampel darahnya oleh petugas STHP2006 yang telah dilatih. Wawancara dilakukan pada suatu tempat tertentu dan responden tidak ditemani oleh orang lain sehingga kerahasiaan hasil wawancara dan tes darah dapat dijamin.
Berkaitan dengan perilaku seks, diketahui banyak penduduk yang melakukan hubungan seks pertama sebelum usia 15 tahun. Kecenderungan ini jauh lebih tinggi pada penduduk perempuan. Dari 50% responden melakukan hubungan seks pertama dengan isteri atau suami atau pasangan tetap, 40% dengan teman, dan 1,6% melakukan hubungan seks dengan penjaja seks.
Untuk kelompok umur muda (15 -24 tahun), baik laki-laki maupun perempuan, lebih banyak memiliki pasangan lebih dari satu. Secara umum, dalam setahun terakhir lebih dari 20% penduduk laki-laki mengaku punya pasangan seks lebih dari satu, dan 8% pada penduduk perempuan. Dalam setahun ini, sekitar 16% penduduk melakukan hubungan seks dengan bukan pasangan, dimana lebih dari setengahnya melakukan dengan imbalan.
Hasil survei antara lain menunjukkan, gejala infeksi menular seksual (IMS) lebih banyak ditemukan pada penduduk yang punya beberapa pasangan seks dan pada yang melakukan hubungan seks dengan imbalan. Untuk mengobati IMS, penduduk di wilayah pegunungan memilih berobat ke petugas kesehatan. Sementara di wilayah pesisir sulit, 43% penduduk tidak melakukan tindakan pengobatan.
Dalam SHTP2006, disebutkan bahwa distribusi prevalensi HIV lebih tinggi di wilayah yang sulit diakses dan di daerah pedalaman. Hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS yang rendah, selain sulitnya memperoleh kondom. Akses utama mendapatkan kondom masih terbatas di apotek dan klinik.
Berdasarkan hasil survei, meski 50% penduduk menggunakan radio dan televisi sebagai sumber utama untuk mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS, namun secara umum tingkat pengetahuan penduduk masih rendah. Tercatat 48% diantaranya belum pernah mendengar tentang HIV/AIDS. Sementara pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS juga masih tinggi pada sebagian besar penduduk, hal ini merata pada berbagai tingkat pendidikan.
Tidak seperti perkiraan sebelumnya, konsumsi alkohol tidak banyak terkait dengan perilaku seks. STHP2006 menunjukkan, penduduk Tanah Papua yang minum alkohol sebelum hubungan seks hanya 13,6%, dan hanya 4,6% mengaku sering atau setiap kali mengkonsumsi alkohol sebelum hubungan seks.
Mengingat tingkat epidemi yang telah meluas di Propinsi Papua dan Irian Jaya Barat, perlu upaya penanggulangan dari berbagai aspek, dengan intensif dan cakupan yang lebih luas. Salah satu langkah penting pencegahan perluasan kasus adalah dengan memutus mata rantai penularan melalui penemuan kasus secara dini. Pemerintahan pusat dan daerah perlu berkomitmen untuk mendukung upaya pengendalian HIV dan AIDS di Indonesia terutama Tanah Papua, serta meningkatkan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat untuk mengatasi kompleksitas permasalahan HIV dan AIDS bersama-sama dengan pihak swasta, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga donor, lembaga PBB, dan masyarakat umum termasuk orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA). Kebersamaan dalam upaya pengendalian HIV dan AIDS dapat dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat. Ini perlu dimulai sekarang juga, sebelum semuanya lebih terlambat
Rabu, 28 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar